Itinerary Jepang 1


Assalamu’alaykum wr.wb
MaasyaAllah…it’s has been so long I didn’t share anything on my ‘gajelas’ blog. Hehe…
(FYI, ini sebenernya mulai ditulis sebelum posting “Tentang Jodoh” gapenting sii haha)
Kemana aja nur? Penting nggak gue jawab? Mmm jawab aja yaa. Selama ini ngerjain proposal skripsi dan pernak-perniknya haha. Mohon doanya pemirsaaa…

Bismillah… kali ini mau cerita sedikit tentang perjalanan saya ke Jepang. Waktu Nuri bikin instastory banyak yang nanya ngapain ke Jepang? Berapa lama? Acara apa? Disana gimana? InsyaAllah disini akan terjawab ya pertanyaan-pertanyaannya… wkwk sok artis banget. Haha

Jadi ceritanya, saya ke Jepang untuk mengikuti sebuah acara sederhana. Namanya itu Hokkaido Indonesian Student Assosiation Scientific Meeting yang ke-15 atau disingkatnya HISAS. HISAS itu semacam student conference yang diadain sama PPI Hokkaido. HISAS ini diadain tiap tahun. Tahun lalu saya coba apply tapi ga lolos, dan Alhamdulillah yang tahun 2018 ini lolos. Clear? Gimana cara bisa ikutan? Cari aja di google, nanti keluar kok tentang infonya. Saya belum bisa bikin tulisan tentang gimana lolos paper, coming soon lah yaa. Tunggu aja. Jadi, Mbak Nuri ngapain ke Jepang? Sudah tau yaa… Bukan student exchange kok (walaupun sering daftar tapi selalu gagal). Bukan juga lanjut studi master, tapi ada banyak yang ngira S2, Aaamiiin… terima kasih doanya...

Berapa lama Nur? Cuma sebentar pake banget. Saya berangkat dari Indonesia ituu Rabu, tanggal 14 Maret 2018 jam 1 dini hari. Of course dari bandara Soekarno-Hatta tercinta. Alhamdulillah bareng 4 orang dari IPB yang lolos HISAS juga. Kita naik Philiphine Airlines sampe Tokyo. Habis itu dari Tokyo ganti maskapai yaitu Jetstar, dan mendarat di Sapporo tanggal 15 Maret sore. Kenapa harus ganti pesawat? Karna kita cari yang muuurah wkwk. Jadi kalau mau pergi ke luar negeri coba cari-cari aja kombinasi penerbangan yang cucok harganya. Tapi harus make sure juga tentang jam transitnya, jangan sampe mevet-mevet hoho, nanti malah ketinggalan dan nggak nyampe negara tujuan, kan sedih ya? Nah sejak tanggal 15 Maret itu kita hidup sebagai turis di Sapporo. Turis? Ya iyalah, meskipun kok rada ga pantes gitu kalo dibilang turis wkwk, berasa horang kaya. Sampe berapa lama Nur? Sampai hari iniiii…. Cuma sampe tanggal 19 Maret 2018 doang kok. Ya sekitar 5 hari lah disana. Ga lama kan ya? Jangan ketipu sama postingan di instagram  yang seolah-olah ada di Jepang dalam 2 musim wkwk.

Disana ngapain aja? Naah ini nih yang kadang bikin saya merasa berdosa, haha. Disana itu sejujurnya hanya acara student conference kan, tanggal 17-18 Maret aja. Sisanya yaa otomatis explore alias jalan-jalan. Disitu kadang saya merasa malu untuk jawab pertanyaan temen-temen di Jepang ada acara apa dan ngapain aja, karna banyakan mainnya haha. Tapi nggak juga deeng, saya dapet banyak banget pelajaran dari Jepang. insyaAllah bakal diceritain di postingan selanjutnya. Itinerary singkatnya, mungkin seperti ini:

14 Maret (06.30)
Sampe bandara Nino Aquino, Philippine. Disini kita transit selama 8 jam. Next flight itu jam 14.30 jadi kita memutuskaan untuk keluar dari bandara. Naah, tips buat yang mau keluar negeri dan punya spare time yang lumayan, pilih aja yang ada transitnya lama. Selain harganya lebih murah, kalian bisa main-main bentar di negara transitnya. jadi sekali mendayung, eh engga deng, sekali terbang, 2 atau 3 negara terlampaui. Emang boleh keluar dari bandara? Kita ijin di bagian imigrasi buat keluar. Kalau kemarin sih dikasih surat gitu dari bandara dan ditandain di boarding pass kita. Dan berhubung kalo masuk Filipina ga pake visa, jadi bisa bebas keluar. Haha

Rizal Monumen Park


Di Philippine kita main sebentar ke Rizal Monument Park sama Intramuros. Rizal Monument Park itu kaya taman yang ada tugu pahlawannya yaitu Pak Rizal itu. Kalau Intramuros semacam kota tua Jakarta, tapi lebih luas dan lebih bersih hehe. Disana ngapain? Jelas lah foto-foto dan take video ga jelas juga. Sedikit banyak mengamati kondisi ibukota Filipina juga sih yang sejujurnya tidak jauh berbeda daripada Jakarta. Tapi pemandangannya cukup lebih bagus daripada Jakarta, karna dikelilingi laut gitu. Di Manila ada juga nih transportasi umum yang murah meriah. Namanya Jeepney. Bentuknya macam bemo sih sebetulnya, tapi segede angkot. Atau kalo diamatin lagi mirip mobil patrol polisi. Haha saya jadi bingung jelasinnya. Atau kalian bisa searching deh, haha.

Intramuroz

14 Maret (malam)
Tokyo. Sekitar jam 9nan malam kita sampe bandara Tokyo Narita. Begitu sampe, masih ga ngerasa kalo udah di Jepang karena masih anget wkwkwk. Padahal di ICCU weather menunjukkan suhu 11 derajat. Pantes aja karna kita masih ada di dalam bandara. Naah di Narita ini, ga perlu ijin keluar bandara karna kita ganti maskapai jadi bebas mau keluar juga. Begitu cari spot buat ngumpulin barang-barang bawaan, saya segera melarikan diri keluar untuk menghirup dinginnya Tokyo yang sebenarnya sudah hangat karna memasuki musim semi.  Begitu keluar dari gate 2F (sampe inget banget), wuuussh serasa di puncak bogor euy, segeeer. Kondisi bandara sudah sepi karna sudah malam ikan bobok hehe. Jalan-jalan sebentar dan rupanya dinginpun semakin menyerang. Karna takut belum apa-apa udah drop, saya masuk lagi ke bandara dan bersih-bersih jiwa hehe. Saya dkk menginap di Narita airport karna peswat ke Sapporo New Chitose masih besok pagi, kalau saya masih besok siang.

*Percayalah tidak ada unsur editan dalam foto ini

15 Maret (pagi)
Jengjeeeng…hari sudah pagi. Alhamdulillah meskipun lelah masih bangun sebelum jam 5 pagi. Beruntung juga karna di Narita ada prayer room yang bersiiih dan angeeet banget. Sayangnya, prayer roomnya baru dibuka jam 6 pagi, sementara jam 5 kurang udah masuk waktu subuh untuk wilayah Tokyo dan sekitarnya, eaaa. Akhirnya saya ambil wudhu dan mondar-mandir depan ruangannya, berharap ada petugas yang peka. Dan berhasil, dua petugas keamanan gitu datang ga lama setelah saya keliatan celingukan dan pegang-pegang gagang pintu, hehe. Akhirnya mereka bukain dan mempersilakan saya untuk ibadah.

Beres sholat, saya merncanakan untuk main ke Sakura no yama atau Sakura hill. Tempat ini adalah taman terdekat dari bandara. Saya udah searching-searching tentang tempatnya dan udah tanya transportasi kesana. Saya ngajak seorang temen dari tim saya karna flight kita sama, masih jam setengah 2 siang. Setelah meyakinkan doi dengan penuh semangat, pergilah kita ke halte bus yang dikasih tau sama mbak-mbak information center pake bahasa inggris logat jepang yang cukup sulit kucerna. Naah ketika bus datang, kita berdua nanya untuk memastikan apakah bus bisa membawa ke Sakura no yama, ternyata ga ada yang bisa. Abis itu kita nanya ke petugas lain, ke polisi, yang semuanya gabisa bahasa inggris. Ujung-ujungnya kita naik taksi seharga 1740 yen. Silakan dikalikan 130 rupiah. Itu mahaaal, hahaha. Disinilah uang yen pertama yang kita gunakan untuk bertransaksi hehe.

Begitu sopir bilang sudah sampai, kita turun dan sedikit kaget. Sakura no yama hanyalah taman dengan pohon-pohon gundul. Aku sudah salah berekspektasiii… Alias kita datang di musim yang kurang tepat. Jadi ternyata sakura baru akan tumbuh minggu depan dan puncak mekarnya dua minggu lagi. Ya sudahlah, karna sudah bayar mahal jadi yaa nikmati saja. Dihujani sinar mentari yang hangat dan angin lembut dua belas derajat, nikmat juga jalan-jalan walau hanya melihat pohon sakura botak. Ada banyak tempat duduk dan spot-spot foto yang sepertinya sangat indah jika sakuranya sedang bloom semua. Tapi yasudahlah, akupun sudah sangat bahagia hahahaha…

Sakurano Yama
Orang hilang
Sekitar jam setengah 11 kami memutuskan untuk kembali ke bandara. Karna kami belum makan sejak malam, kami mampir di sebuah minimarket yang penuh dengan gambar-gambar kartun nan lucu khas jepang. Sambil menyelam minum air, sambil lihat-lihat mau beli saya mecoba bertanya kepada pemilik toko dimana letak halte bus yang bisa membawa kami ke Narita airport. Awalnya pemilik entah penjaga toko itu kurang bisa memahami apa yang saya katakan, sehingga saya coba-coba mengaplikasikan kemampuan bahasa jepang yang pernah saya pelajari selama 3 tahun di SMA. “Basu sutopu doko desuka?” alias “Dimana pemberhentian bus?” Dengan tergopoh-gopoh wanita setengah baya itu menunjuk-nunjuk arah dengan kedua tangannya. Saya menangkap beberapa penjelasan tentang lurus, kiri, kanan, karena sengaja sudah belajar hehe. Tapi tetep aja bingung. Melihat muka saya yang kaya orang bloon, sang ibu lalu mengajak saya keluar minimarket dan menunjukkan arahnya. Lalu saya sok paham.

Kami keluar hanya dengan membeli sepaket onigiri dengan telur guung dan sayur, masing-masing 2. Ga tau diri sih wkwk. Saat kami makan, tiba-tiba ada bus yang berhenti tepat di depan kami. Tanpa tunggu lama-lama, kami berlari mendekati dan dengan cekatan pula sang supir menyilangkan tangannya. Entah karna kami menungu di tempat yang salah, atau karna bus sedang tidak beroperasi. Dia pun melaju pergi. Sekitar sepuluh menit menanti, tak ada bus yang kunjung datang lagi. Menimbang-nimbang waktu yang semakin mendekati boarding pass, hanya ada opsi terakhir yaitu jalan kaki. Jadilah pengalaman berjalan kaki di Tokyo sejauh 4,4 km dengan gembolan yang ga bisa dibilang enteng, hahaha…

15 Maret (Malam)
Sudah saja di pesawat menuju Sapporo langsung tepar. Tiba-tiba sampe bandara New Chitose sekitar jam setengah 3an dan menuju tempat penginapan dengan bus seharga 1030 yen. Eng ing eeng…, di Sapporo ini baru bener-bener merasa ini Jepang, karna suhunya 5 derajat. Turun dari bus disambut gerimis yang semacam dicipratin air es. Di kiri kanan jalan dan rumah orang, masih banyak gundukan salju yang otomatically saya samperin buat pegang langsung sebenernya salju itu kaya apa. Fix, salju itu es! Yaiyalah haha. Semacam kembang es di freezer kulkasmu, begitulah. #Norak

Setelah cukup beres-beres, ngecek heater, toilet, microwave, dan brang-barang lainnya, kita (saya, Mu’minah, dan Putri) diajak kakak tingkat yang sangat sangat baik hati, namanya kak Audina, buat ketemuan di Sapporo Station dan makan malam masakan italia yang halal. Sapporo Station itu semacam stasiun pusat atau stasiun transit yang dari situ kita bisa kemana aja di pulau Hokkaido. Selesai makan, kita jalan-jalan di sekitar Sapporo saja. Pas keluar stasiun, ada kejutan doong dari Allah. Turun saljuuu…wkwkwk. Fix banget saya dengan hebohnya kegirangan liat butir-butir es lembut nempel di jaket hitam saya. Sumpah itu norak banget haha. Saking girangnya sampe ga kerasa kalo tangan mulai mati rasa dan ga bisa pencet kamera HP lagi. Malam itu, bahkan sampe di stasiun menuju penginapan pun, kita masih sangat-sangat bahagia dihujani salju untuk pertama kali. Alhamdulillah…
Depan Stasiun Nango juhat chome


16 Maret
Padahal itinerary singkat tadi bilangnya, ternyata panjang juga. Baiklah, harap maklumi orang ekstrovert yang selalu ingin membagikan banyak hal. Hari Jumat, 16 maret 2018, saya dkk bertemu kak Audin lagi. Kali ini di Hokkaido University untuk campus tour dan cari tahu tempat conference besok pagi. Lepas jalan-jalan dan of course foto-foto, kita makan di salah satu kantin kampus yang menyediakan makanan halal. Enaknya makan di Jepang itu adalah, di buku menunya sudah tercantum total kalori dari masing-masing makanan. Secara saya anak gizi, ngerasa amaze banget sama hal ini. Karna kita bener-bener bisa ngitung berapa asupan kita easily, apalagi kalo lagi program diet #Sejujurnya ini niat gue biar bisa ngirit di Jepang. Tapi… ah lupakan.

Di bawah patung dr.William Clark-Pendiri Hokkaido University (Ken, Mu'minah, Putri, Saya)



Selesai makan kita menuju masjid Sapporo, yang ternyata the one and only di Hokkaido. Untungnya dari Hokkudai tinggal jalan kaki, tapi yang jauh, tentu harus naik subway, bus, dll buat bisa sholat disini, terlebih sholat Jumat. Dan tepat sekali kita sampe pas waktu sholat Jumat mau selesai. Kita nunggu diluar selayaknya budaya nunggu di Indonesia. Satu hal yang sangat wajib kita syukuri adalah, suhu ketika kita nunggu. Haha. Karna di Sapporo ini bakda turun salju, cuaca siang itu masih dingin dan berangin banget. Alhasil kita jongkok-jongkok ngumpet mencari kehangatan di depan garasi rumah orang. Sempet khawatir sih karna ada CCTV disana, takut dikira maling atau apa, terlebih kita pake hijab yang automatically bawa nama Islam. Tapi ya karna kita hanya bejuang mencari kehangatan, yasudahlah semoga mereka tidak berfikir yang macam-macam.

Setelah entah berapa menit kita menahan suhu yang menusuk, terdengarlah sayup-sayup suara para lelaki di depan masjid. Saya ngintip nungguin mereka pada pergi. Tapi setelah sekian lama ngintip, kerumunan ikhwan-ikhwan ini tak kunjung pergi dari depan masjid. Wajar sih karna momen sholat jumat ini adalah waktu dimana mereka bisa bersilaturahim. Hmm karna kalau harus nunggu semua jamaah go on, saya ga sholat-sholat dan bisa menggigil kedinginan, akhirnya saya mengumpulkan keberanian untuk menerjang kawanan haha. Pas saya mau masuk masjid, saya disambut sangat-sangat ramah oleh seorang pemuda berjenggot tebal dengan salam.


“Assalamua’alaykum sister…”
Eaaa… my first time dipanggil sister. Saya jawab sambil menundukkan pandangan dan membungkukkan badan. Tampaknya dia bukan orang Malaysia apalagi Indonesia karna kontur wajah yang tak familiar. Sepertinya orang-orang Timur Tengah. Entahlah.

Pemuda ini lanjut bertanya, “Do you wanna go in?”
“Yeah.” Jawab saya sambil melepas sepatu. Seketika doi “gupuh” dan meminta ikhwan-ikhwan yang lagi mau keluar masjid buat ngasih saya jalan karna saya mau masuk. Sampe sini, jangan bayangin pintu masjid disana tuh lebarnya dua meter kaya disini, atau pintu masuk ikhwan dan akhwat dibedakan gitu. Sama sekali enggak ya, bahkan awalnya kita sama sekali ngga ngeh kalau itu adalah bangunan masjid. Pintu masuknya itu hanya sekitar satu meter lebarnya, dan bener-bener minimalis. So, biar ga senggolan ketika masuk ya harus gantian, sehingga mas-mas timur tengah ini bener-bener memperhatikan itu buat saya. Alhamdulillah merasa sangat dijaga jadinya hehe. Singkat cerita sholatlah saya di Masjid Sapporo ini. Sebenernya cerita pas di dalem masjid masih banyak dan with hikmah, semoga next bisa menambatkannya dalam bentuk tulisan yang lain.
 
Bersama Pak Syahrul alumni IPB-ITK di depan Masjid Sapporo
Selesai sholat kita makan kebab di deket masjid. Menurut info dari kakak tingkat kita yang sudah lama menetap di Hokkaido, warung kebab turki yang ditunjukkin adalah yang tersertifikasi halal. Usai makan kita berencana pergi ke Mount Moiwa. Mount Moiwa itu semacam gunung yang ngga tinggi-tinggi amat. Disana ada gondola menuju puncak gunung yang dimana kalau cuaca mendukung, pemandangan Sapporo dan sekitarnya tampak jelas dan kawai. Menurut informasi dari google map hidup (re: kating yang kuliah di Hokudai), kita berangkat dari Susukino menuju pemberhentian Mount Moiwa pake Trem, sejenis cable car di jalan raya. Setelah itu kita jalan menuju Shrine, kalau kata Mu’minah tuh kaya gate-gate ala Jepang gitu loh tau kan? Kita kesana jalan kaki, menapaki jalan bersalju tebal, menahan kedinginan, dan kekurangan makan, haha. Setelah sepertinya hampir satu jam, sampailah kita di kuil ga tau apa namanya, dan bener ada gate-gate ala Jepang banget disana. Ritual yang wajib otomatis foto. Beres foto kita cus lanjut perjalanan karna hari mulai gelap.
 
Di Shrine Iriguchi dengan Gaya andalan

Dari lokasi gate-gate Jepang itu kita jalan lagi ke start awal tempat kita berhenti naik trem. Sampe sini salju mulai deres dan persediaan makanan mulai habis. Karna beberapa kondisi dan pertimbangan, 3 temen kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan tidak melanjutkan ke puncak Mount Moiwa. Sementara kita berempat merasa sayang ajaa karna udah jauh-jauh sampe sini tapi ga naik ke puncak Moiwa. Akhirnya kami berpisah.


Untuk bisa sampai di puncak Moiwa, kita harus  beli tiket di sebuah gedung yang saya lupa namanya. Akses kesana sebetulnya bisa dengan jalan kaki dari tempat kami berpisah tapi bisa juga naik bus gratis tapi syaratnya harus menunggu. Karna kita sangat mencintai yang gratis-gratis, pergilah kita ke halte bus yang dimaksud. Beberapa menit kemudian datanglah sebuah bus yang sangat sangat lucu banget berwarna hijau cerah. Pak sopir bertopi yang amat-amat-amat ramah. Maaf lebay. Kami bergegas mau naik, ternyata penuh. Jangan kira kaya naik bus di Indonesia yang bisa sumpel-sumpelin orang sampe kaya bandeng presto, di Jepang kalau kuota sudah full, seat sudah terisi, mereka ga bakal naikin penumpang lagi. So, kita harus sabar menanti bus selanjutnya datang lagi.
 
Para lelaki Indonesia sepertinya harus banyak belajar di Jepang deh. Karna Jepang itu jarang banget PHP-in orang. Janjinya ga busuk, dan kedatangannya tepat waktu. *Lah jadi baper begini wkwk. Jadi, di papan petunjuk peta itu tertera jadwal kedatangan Bus setiap 10 menit sekali, dan tepat banget 10 menit sekali bus unyu itu tiba. Yeayee naiklah kita dengan hati gembira. Hanya sekitar 5 menit sepertinya, kita sudah sampai di gedung entah tower untuk beli tiket naik ke puncak Moiwa. Tiketnya seharga 1700 yen. Terhitung lumayan mahal sih ini haha. Setelah antre dan menunggu cukup lama, gondola yang membawa kita pun tiba. Setiap sekali jalan gondola ini bisa mengangkut sekitar 20 orang. Gondola yang dimaksud disini itu bukan perahu tradisional Venesia ya wkwk. Gondola itu macam kapsul kaca yang digantung, ya kayak kalo di tempat-tempat sky itu loh. Kebayang ya…


Selesai dari gondola, saya kira sudah sampai, rupanya masih naik satu kali lagi. Kali ini kendaraan yang membawa kita mirip kereta role coaster, ada relnya pula. Tetapi bedanya kita tidak duduk di seat masing-masing, ya berdiri aja. Dan kecepatannya pun bisa dibilang sangat lambat karna tentu sangat memperhatikan keselamatan penumpangnya. Akhirnya dengan perjalanan panjang yang cukup membuat saya deg-degan ini (khawatir mesinnya matilah, kabelnya putus dll) sampai juga di puncak Mount Moiwa.

Mata mulai mirip orang Jepang kaan...

Pororo di tengah badai


Sama seperti sebelumnya ketika di gondola, kita tidak bisa melihat apa-apa guys. Semuanya butek karena salju. Padahal ketika kita googling pemandangan Sapporo dari puncak Moiwa, itu keren bangetz MasyaAllah. Tapi ya begitulah realita yah. Terkadang mengecewakan. Disini kita bingung mau ngapain. Mau foto tangannya kaku kedinginan dan pemandangannya butek doing. Mau makan ga ada yang dimakan. Finally, hanya beberpa menit di puncak, kita memutuskan untuk kembali pulang. Iseng-iseng cek suhu ternyata -11 derajat. Dan kita baru tahu kesesokan paginya kalau malam itu sedang badai salju. Itu membuatku tak bisa berkata-kata lagiii….

Besambung InsyaAllah….

Komentar

Postingan Populer