Maaf, Calon Istrimu Kuli #2




Memangnya perempuan itu cuma boleh di rumah aja? Mengerjakan hal yang ringan-ringan aja? Bukankah dunia ini keras dan akan membanting siapa saja yang lemah? Bukankah menjadi wanita itu juga harus kuat, mampu menjaga dirinya sendiri, dan tak mudah merengek bantuan khalayak? Bukankah bahkan perempuan itu harus jauh lebih strong dibanding laki-laki sebab Nabi saja mengatakan dia adalah tiang negara madani?
 
Itu ceritanya pertanyaan-pertanyaan untuk mempertegas diri sendiri, bahwa pilihan untuk menjadi mandiri ya memang tepat dan bahkan cenderung telat saya sadari. Perempuan itu ga boleh banget menye-menye, manja, lemah, loyo, letih, lesu, lunglai, lemot. Duuuh yang kayak begitu mah kelaut aja! Pasti akan terbawa arus dan pada akhirnya tidak bisa membangun peradaban bangsa yang luar biasa. Padahal ada tugas besar nan mulia yang sedang menanti perempuan pada masanya. Dia akan menjadi panglima perang dalam pasukan tempur peradaban yang bernama keluarga. Gimana prajuritnya akan perkasa kalau panglimanya loyo, gampang terkapar, dan manja?
Menyambung cerita “Maaf , Calon Istrimu Kuli” yang Alhamdulillah banyak readernya (melampaui pembaca “Udah Biarin Aja!” yeayyy!!!😚), mau cerita sedikit mengenai ikhtiar meng-kuli-kan diri selanjutnya. Hehe…
 πŸ‘‡πŸ‘‡πŸ‘‡
Yaps, sebelum pada akhirnya saya bosan menjadi guru privat (bosan dengan lelahnya perjalanan, bukan lelahnya mengajar yaaw), saya coba merintis usaha hijab kembali. Kenapa kok merintis kembali? Karena sebenarnya saya sudah mulai jualan kerudung sejak SMA, lanjut saat tingkat pertama di IPB, hit and run sampai semester 7 sekarang. Dan alasan sederhana kenapa hit and run adalah karna masih produksi sendiri. Maksudnya jahit kerudungnya sendiri, saya sendiri. Makanya capek. Wkwkwk…padahal ga lucu juga saya ketawa aja😁😁

Pertengahan Oktober, tepatnya tanggal 17 (sengaja biar sama kaya tanggal ulang tahun, hehe), saya launching re-born usaha hijab. Namanya Nuree.id yang sebelumnya adalah Hijab Nuree. Ayo yang belum follow instegreem-nyah, follow @nuree.id yaa sista. Wkwk. Punya modal awal dari tabungan dan minjem orangtua, saya dan partner (bukan partner hidup yak), belanja hijab di Pasar Tanah Abang. Kita berangkat dari kos sampe stasiun Bogor naik motor. Lepasnya, dari stasiun Bogor sampai Tanah Abang kita naik KRL. Sampai sana, ga tau arah, muter-muter pasar yang luasnya kira-kira satu RW (lebih mungkin πŸ˜‘), buat cari toko kain. Naik turun tangga, menyelinap diantara badan buibu yang dempal, menyusuri blok satu dan blok lain, keringetan, puyeng sama bau kali, dan laper. Sampai tibalah kita di blok yang entah apa namanya lupa, khusus menjual kain grosir. Beli semua bahan-bahan ga pake hitung panjang kali lebar, pokoknya kalau pas ditotal ternyata modal kita masih ada, kita nambah lagi beli kainya. Hahaha… Gitu terus sampai lanjut pindah ke toko lain untuk cari jenis kain yang beda. Singkat cerita modal kita udah habis dan ga sadar belanjaan kita udah mengunung. Tiga kresek buesar. Bukan cuma besar ya, tapi buuueeesar! Satu kresek dibawa sendiri aja keberatan. Mmmm….πŸ˜•πŸ˜•πŸ˜•

Kita berdua melongo, saling menatap. “Gimana mau bawa ini semua coba?” tanya saya.
“Panggul!” jawab teman saya.
“Gila!” sanggah saya. Sebenarnya bisa saja dipanggul satu satu, tapi jarak kios kain dan stasiun yang kayak satu RW itu jauh banget pake panas pula. Belum lagi berdesak-desakan dan risiko kena jambret sangat besar. Berbahaya.

Akhirnya karena untuk memanggul semua belanjaan itu sangat sangatlah impossible buat kita, berbekal informasi dari bapak pembuat kancing yang baik hati, kita minta jasa kuli panggul saja. Semua belanjaan diikat dan dibawa oleh bapak-bapak seumuran Pak Puh saya tepat sampai depan gate stasiun. Setelah masuk gate kepalang lah kita bagaimana membawa belanjaan yang sudah digabung menjadi dua kantong hitam buesar itu. Beruntung jalan menuju peron adalah turunan tangga. Saya dorong satu kantong sampai tepi, setelah itu saya gelindingkan dari atas tangga. Dengan tanpa berdosa, saya meneriaki seorang Bapak yang sedang duduk di ujung bawah anak tangga. “Bapak, maaf  Pak ada barang numpang lewat Pak!” Sambil melempar senyum ceria.😁 Sang Bapak menengok ke belakang lalu berdiri. Saya berlari turun mendahului gelindingan barang belanjaan untuk buru-buru menahannya sebelum bablas masuk rel kereta.

Sampai peron lima tujuan akhir stasiun Bogor, kami menanti kedatangan kereta sambil duduk di atas kantong yang padat berisi kain. Begitu kereta tiba, kita masih santai-santai saja karna mengira gerbong pertama khusus wanita akan tepat berhenti di depan tempat kita menanti. Ternyata zonk!πŸ˜‚ Gerbong pertama masih jauh dari jangkauan. Geragapanlah kita dan membopong itu belanjaaan sambil sebisa mungkin berlari. Yang sering naik KRL pasti tahu kalau durasi pintu kereta terbuka itu sama sekali tidak lama. Jadi mau berat mau ringan kita tetap harus cepat-cepat naik, sebelum pintu tertutup rapat-rapat dan terpaksa menunggu kedatangan kereta berikutnya yang tak tentu datang jam berapa.

Tertatih-tatih kita sa’i. Ikhtiar saya tambah dengan berteriak kepada satpam kereta agar melihat kesusah payahan kami. Wkwk. “Pak tunggu Pak…! Jangan tutup dulu Paaaak…”
Si Bapak hanya tersenyum mengejek, sambil melambai-lambaikan tangan “Ayo-ayo cepet Buk!” Hmmm… masih single Pak belum jadi istri apalagi Ibu-ibu. 😀😀😀

Alhamdulillah kita ngos-ngosan sudah di dalam gerbong kereta. Beberapa detik kemudian, “Jeglegeeeek…” pintu tertutup. Jangan kira ya kalau sudah masuk kereta, perjuangan berhenti. Kereta yang mampir di stasiun Tanah Abang pasti membawa penumpang yang ga seorang dua orang, tapi ratusan. Dan you know lah kalau tukang belanja adalah kaum hawa jadi gerbong khusus wanita mutlak penuh sesak oleh Buibu dan jejal-jejal belanjaannya. Termasuk kita. Sambil permisi-permisi kita pepetin belanjaan di pojok gerbong. Ditumpuk lalu saya duduk di atasnya, sesekali gantian dengan teman saya sambil menahan tumpukan jangan sampai ambruk dan kena penumpang lainnya.
Entah karena terlalu capek atau memang dasarnya ngantukan, bisa-bisanya saya tidur dalam posisi tidak aman seperti itu. Haha…Sampai-sampai tiba di stasiun Bogor pun tak terasa.

Turunlah kita. Sekarang PR lagi untuk membawa belanjaan dari peron sampai gate, dan dari gate sampai tempat parkir. Kami istirahat sebentar, mengumpulkan tenaga kuli. Lalu, “Happ, bismillah!” tergopoh-gopoh membopong belanjaan sampai gate. Kantong yang dibawa teman saya lebih berat, sehingga kami mendorongnya berdua. Melewati gate, saya tarik saja belanjaan pakai tali. Sayangnya, beberapa meter menuju tempat parkir jalannya tak halus mulus, mengharuskan kami untuk membopongnya kembali.

Selesai. PR terakhir adalah membawa belanjaan dari stasiun Bogor sampai kos naik motor matic. Satu kantong yang lebih kecil dipaksakan duduk di depan pengemudi, sampai kaki teman saya harus ekeh-ekeh (apa ya bahawa Indonesianya? wkwk). Satu kantong besar sisanya saya pangku di tengah. Tingginya sampai sehidung, tebalnya sampai membuat teman saya duduk lebih maju dan saya duduk di secuil jok, nyaris tidak dapat duduk. Semua mantan penumpang KRL memandang kami. Ada yang sekilas, ada yang sampai jauh masih memandangi. Serasa Miss IndonesiaπŸ™Š

And bismillah, ngeeeeeng… Macam seonggok anak gajah berjalan perlahan menyisir jalan Bogor yang tak lekang oleh kemacetan. Pegal ndak? Ga usah nanya sepertinya. Haha, menengok saja susah. Belum lagi nahan barang sambil ujung jari mencoba berpegangan pundak kawan, rasanya mak nyuuus tenan. Entah berapa lama perjalanan penuh risiko itu terjadi, ketika sampai kos sudah saja langsung “nggeblag” ga peduli apa-apa lagi. Hahahaha…πŸ˜…πŸ˜…

Ya cuma mak kelutik kisah meng-kuli-kan diri ala-ala pedagang hijab newbie. Ga haram kok perempuan apalagi akhwat ngos-ngosan bawa-bawa barang berat. Nggak haram juga susah payah naik motor bersama bejibun dagangan umat. Asalkan tetap sesuai aturan syariat dan menjaga baik-baik aurat. Justru semua itu akan membuat kita more strong than before. Daripada cuma ngejogrog di kosan nunggu kiriman. Wanita jaman naw kan hobinya cuma nunggu. Ya ga? Nunggu transferan, nunggu paket olshop, nunggu dikodein, haha, dan perkara jodoh juga cuma nunggu-nunggu aja kan? Ga berani lamar duluan. Kalo strong mah, sikat aja gaaaan…! 😎😎Wkwkwk….πŸ˜†

So, menurut saya bekal untuk bisa mandiri itu harus kuat rohani dan jasmani. Kuat rohani ditandai oleh keteguhan prinsip agamanya, luas pemahaman keislamannya, rajin ibadahnya, dan baik akhlaknya. Sementara kuat jasmani dilihat dari mana? Dilihat dari kekuatannya menjadi kuli, hahahaha. Ya intinya, wanita be strong dan sedikit berotot itu sah-sah aja. Iya loh, emangnya jadi ibu rumah tangga itu tidak membutuhkan stamina prima? Bangun pagi, masak, nyuci, gosok, nyapu, ngepel, beresin kamar anak, mandiin, belum lagi kalo kerja, nanti pulang kerja masak lagi, ngejar-ngejar anak yang gamau mandi, trus udah capek-capeknya masih harus nemenin anak belajar, udah ngantuk-ngantunya masih harus dongengin panjang lebar. Gitu aja setiap hari. Kalo ga strong, ga biasa lari sana-sini, ga biasa angkat-angkat barang, dan ga latihan banting tulang sendiri, udah pasti ga kuat dan minta dicariin pembantu ke suami.

Balik lagi sih, realistis aja. Hidup ga selalu semulus perosotan anak TK. Kita harus siap dengan semua kemungkinan risiko yang ada. Jangan bisanya cuma pake gincu dan jago gaya di depan kamera. Lah hayalah, ga payu!πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Gitu aja sih. Maaf ya, calon istrimu (mungkin sudah menjadi) kuli. Hahaha…

Bersambung, InsyaAllah…

Komentar

Postingan Populer